PENDAHULUAN
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan {Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Bab I, Pasal 1 (5)}. Permukiman yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Prasarana yang harus dilengkapi di dalam kawasan hunian ini adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya, seperti: (1) jaringan jalan untuk mobilitas manusia dan angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta untuk menciptakan bangunan yang teratur; (2)jaringan saluran pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah untuk kesehatan lingkungan ; (3)jaringan saluran air hujan untuk pematusan (drainase) dan pencegahan banjir setempat.
Ada pula ketentuan pada pasal ini bahwa apabila tidak terdapat air tanah sebagai sumber air bersih, jaringan air bersih merupakan sarana dasar.
Sarana lingkungan yang semestinya ada di dalam kawasan lingkungan ini adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Fasilitas penunjang ini dapat meliputi aspek ekonomi yang antara lain, tersedianya bangunan perniagaan atau perbelanjaan yang tidak mencemari lingkungan, sedangkan fasilitas penunjang yang meliputi aspek sosial budaya, antara lain berupa bangunan pelayanan umum dan pemerintah, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olahraga, pemakaman dan pertamanan.
Jadi kawasan permukiman tidak saja hanya sebagai lingkungan tempat tinggal, tapi juga sebagai sarana tempat berlangsungnya proses kehidupan manusia yang menentukan kualitas dari suatu komunitas manusia saat ini bahkan manusia yang akan datang (future generation). Untuk itu pula perumahan (hunian) dan permukiman (kawasan hunian) perlu penataan, dimana penataan ini bertujuan untuk: (a)memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia (basic needs), dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;(2)mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur; (3)memberikan arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional; (4)menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lain.
Pembangunan lingkungan permukiman sederhana, tidak saja menyediakan rumah-rumah tinggal yang hanya sekedar sebagai tempat berteduh saja, tetapi juga harus dilengkapi dengan kriteria-kriteria yang menunjang visi perumahan dan permukiman yang ingin dicapai pada akhir tahun 2020 yaitu: “Semua orang menghuni rumah yang layak dalam lingkungan permukiman yang sehat, aman, selaras dan berkelanjutan�. Untuk itu perlu pedoman atau “guidelines� untuk membangun lingkungan permukimansederhana tidak bersusun yang menunjang visi ini. Berdasarkan surat keputusan Menteri Pekerjaan Umum pada tahun 1980 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Rumah Sederhana Tidak Bersusun ada beberapa hal yang relevan untuk digunakan dalam rangka membuat suatu kawasan permukiman yang sehat, aman dan berlanjut, seperti:
- Kriteria Pemilihan lokasi, dimana lokasi yang dipilih sebagai lahan hunian bebas dari pencemaran air, pencemaran udara, dan kebisingan baik yang berasal dari sumber daya buatan atau sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun). Terjaminnya kualitas lingkungan hidup bagi pembinaan individu dan masyarakat penghuninnya. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15%, sehingga dapat dibuat sistem air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung yang memungkinkan untuk dibangun perumahan serta terjamin adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan bangunan diatasnya yang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Mudah di akses atau dicapai.
- Kepadatan lingkungan, dimana suatu lingkungan perumahan rata-rata 50 unit rumah/ha dan maksimum luas persil perencanaan yang tertutup bangunan adalah 40% dari luas seluruh lingkungan perumahan.
- Prasarana lingkungan perumahan
- Jalan
- Air limbah
Jika kemungkinan membuat tangki septik tidak ada, maka lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan limbah lingkungan atau harus dapat disambung pada sistem pembuangan air limbah kota dengan pengolahan tertentu.
- Pembuangan air hujan - Utilitas Umum
- Air bersih
- Pembuangan sampah
- Jaringan Listrik - Fasilitas Sosial, kebutuhan fasilitas ini disesuaikan dengan keadaan kawasan perumahan yang akan dibangun
- Umum
- Fasilitas Pendidikan
- Fasilitas Kesehatan
- Fasilitas Niaga
- Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum
- Fasilitas Peribadatan
- Fasilitas Rekreasi dan Kebudayaan
- Fasilitas olahraga dan lapangan terbuka
KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI SULAWESI UTARA
Propinsi Sulawesi Utara (Sulut), kini tak terhindar pula dari masalah penyediaan sarana hunian bagi warganya. Kondisi ini sangat jelas terlihat di kota-kota yang ada di Sulut seperti Kota Manado, Kota Tondano (Minahasa), Kota Kotamobagu (Bolaang Mongodow). Banyak lingkungan permukiman sedang dibangun di daerah ini. Contohnya di kota Manado ada lebih dari 10 lokasi perumahan yang sedang dalam pembangunan huniannya. Sebagian besar lingkungan permukiman menyediakan hunian (rumah) sederhana. Segmen pasar yang dituju para pengembang daerah ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga harga jual unit rumahnyapun disesuaikan dengan standar gaji PNS. Namun, sangat disayangkan bahwa rata-rata lingkungan permukiman dibangun seadanya saja, dan diupayakan seluruh lahan menjadi kavling rumah, tanpa menghiraukan kebutuhan yang menjadi standar suatu lingkungan hunian yang layak, seperti:
- Tidak adanya fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau posyandu (pos pelayanan terpadu) padahal lokasi perumahan sangat jauh dari fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit.
- Tidak adanya fasilitas umum lainnya seperti lapangan bermain anak-anak (playground), dimana fasilitas ini selain untuk anak-anak, juga sebagai sarana sosialisasi antar penduduk setempat.
- Tidak adanya fasilitas rekreasi bagi penghuni kawasan permukiman, seluruh lahan dijadikan kavling rumah.
- Tidak adanya fasilitas pendidikan minimal Sekolah Dasar, padahal sarana pendidikan ini jauh dari lokasi hunian.
- Lokasi atau lahan hunian yang terletak di bantaran sungai.
- Jalan kendaraan yang kurang dari 3,50 meter
- Tidak adanya tempat buang sampah yang memadai di kawasan pemukiman, sehingga sampah-sampah berserakan dimana-mana dan seringkali memanfaatkan lahan-lahan kosong milik orang lain sebagai tempat buang sampah.
- Tidak adanya tempat buang sampah pribadi di rumah-rumah tinggalnya.
- Pola perumahan yang tidak teratur baik, sehingga memberikan kesan semrawut.
Sebagian besar lahan hunian atau kawasan permukiman di daerah ini dibuat hanya sekedar sebagai tempat tinggal saja, bukan sebagai tempat melakukan proses kehidupan yang layak sebagai manusia, dimana sosialisasi antar manusia diperlukan di suatu kawasan permukiman. Seringkali hanya kepentingan ekonomi semata menjadi hal yang utama pengembang didalam menyediakan sarana hunian ini, padahal pengembang dan arsiteknya telah memberikan andil yang besar terhadap suatu keberlanjutan kehidupan masyarakat Sulut khususnya Manado saat ini dan masa datang. Apakah kehidupan masyarakat di kawasan itu berkualitas atau tidak.
PENUTUP
Seringkali “lay-out� site plan suatu kawasan permukiman yang sudah disetujui (memenuhi standar huni) tidak sesuai pelaksanaannya di lapangan. Sehingga diharapkan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan yang tegas pada pengembang kawasan permukiman, apakah yang dibangun sesuai dengan yang disetujui. Pemerintah Daerah harus segera memiliki “guidelines� pembangunan kawasan permukiman di daerah Sulawesi Utara, sebab hunian akan selalu dibutuhkan oleh masyarakat di daerah ini dengan demikian pengembang akan selalu membuka lahan-lahan hunian baru. Apabila tidak memiliki penuntun, maka akan semakin “semrawut� tanpa arah saja lokasi-lokasi permukiman yang akan terbangun dan akan semakin tidak berimbang kondisi lingkungan alam dan lingkungan binaan (lingkungan buatan). Lingkungan buatan akan semakin menekan lingkungan alam dan terjadilah ketidakseimbangan lingkungan hidup yang bakal berakibat kepada rentannya lingkungan hidup ini terhadap kerusakan dan akhirnya lingkungan hidup Sulut akan terancam tak berlanjut.
REFERENSI
Anonimous. 1980. Pedoman Teknik Pembangunan Rumah Sederhana Tidak Bersusun. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
Anonimous. 2000. Kebijakan dan Strategi Nasional Bidang Perumahan dan Permukiman (Dilengkapi dengan rencana tindak) Tahun 2000-2020. Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah Republik Indonesia. Jakarta.
Anonimous.1999. Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman No. 09/KPTS/M/IX/1999 tentang Pedoman Penyusunan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) tahun 1999. Menteri Negara Perumahan dan Permukiman. Jakarta.
4 comments:
mohon di upload Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman No. 09/KPTS/M/IX/1999 tentang Pedoman Penyusunan Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) tahun 1999. terima kasih
blog ini mbantu banget, karena Aku kuliah Geografi..
Ok, nanti saya upload kebijakan pemukiman terbaru ya.
Thanks sudah mampir di blog saya. Ok, nanti saya upload kebijakan pemukiman terbaru
Post a Comment