Tuesday, August 08, 2006

TENTANG BANJIR YANG MELANDA KOTA MANADO


Oleh : Veronica Kumurur

Kota Manado pada tanggal 3 Desember 2000, diterjang banjir bandang yang tergolong dasyat. Kasat mata, bencana ini diakibat dari kegiatan-kegiatan manusia yang mengekploitasi alam ini baik menebang pohon-pohon, membuang sampah ke sungai-sungai, dan merobah fungsi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya di kota Manado ini secara semena-mena.

Kota Manado kita yang memiliki topografi yang khusus, ada yang curam (>30-35 derajat) ada pula yang datar (landai) 10 – 20 derajat dan kurang lebih 21 sungai (besar dan kecil) yang melewati kota Manado. Sebenarnya masyarakat dan pem-kotnya harus hati-hati mengelola pembangunan di wilayah yang memiliki tipologi lingkungan seperti ini, sebab lahan yang curam sebaiknya tidak dihuni atau digunduli sedangkan yang landai harus diatur sedemikian rupa drainasenya agar mengalirkan buangan-buangan cairan dengan baik dan menjaga agar pembangunan yang terjad di kota Manado ini seimbang dengan daya dukung lingkungan Kota Manado.

Kita tidak bisa juga menyalahi alam ini, karena fenomena alam yang terjadi seperti pasang yang tertinggi yang terjadi di Kota Manado, terjadi di akhir Desember dan kabarnya kondisi ini akan terjadi sampai dengan bulan Februari akan selalu terjadi di kota Manado (kota pinggir pantai) ini. Curah hujanpun di akhir-akhir tahun yang biasa terjadi pada bulan yang berakhir dengan kata “ber� (September dst). Kondisi-kondisi ini sudah sangat lazim terjadi di kota Manado setiap tahun.

Tapi kenapa baru kali ini terjadi banjir sebesar itu?
Pasti ada penyebabnya. Sebaiknya kita semua masyarakat Sulut harus menginstropeksi diri, baik masyarakat kota, desa dan pembuat serta pengambil keputusan di daerah propinsi Sulut ini. Karena kejadian ini adalah akibat kegiatan semua manusia di Sulut yang semena-mena terhadap alam ini.

Seperti pada analisis saya tentang pemanfaatan ruang daratan sebagai kawasan perlindungan setempat yang ada di kota Manado, dimana kota Manado memiliki 3 macam kawasan perlindungan setempat yang masing-masing adalah kawasan mata air, kawasan sempadan sungai, kawasan sempadan laut. Ketiga jenis kawasan perlindungan setempat ini sudah tidak berfungsi optimal sebagai kawasan lindung. Sempadan sungai yang berada di samping kiri dan kanan sungai yang lebarnya 15-20 meter sungai yang kecil dan berada di tengah kota dan 50-100 meter sungai yang berada di luar kawasan permukiman kota sudah tidak lagi berfungsi sebagai kawasan perlindungan setempat. Dari hasil pengamatan saya dalam rangka analisis RUTR kota Manado, sungai-sungai yang melewati kota Manado tidak ada lagi yang memiliki kawasan perlindungan setempat semuanya sudah menjadi kawasan permukiman, industri, perkebunan yang dikenal dengan kawasan budidaya.

Kawasan sempadan pantai tidak lagi menjadi kawasan perlindungan setempat, kini kawasan ini telah diperuntukkan sebagai kawasan komersil (jasa, pertokoan, dll) dan sebagai kawasan permukiman. Semuanya itu hanya mementingkan kepentingan manusia sesaat, tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan setempat.

Secara konkrit saya uraikan di bawah ini.

DI KOTA MANADO

  1. Adanya perubahan garis pantai akibat reklamasi, sehingga berapa volume air yang akan mencari tempat di saat “pasang tertinggi� terjadi. Adanya peralihan fungsi pemanfaatan ruang-ruang daratan yang berfungsi sebagai kawasan lindung seperti garis sempadan pantai dan garis sempadan sungai yang dikenal sebagai daerah aliran sungai (DAS) menjadi kawasan budidaya seperti: permukiman, perkebunan, lahan pertanian (hulu sungai). Kondisi ini mengakibatkan aliran-aliran permukaan tanah tidak dapat lagi menyerap baik ke dalam tanah akibat tidak adanya tanaman, pohon-pohon yang penahan air, sehingga aliran-aliran air mengalir dengan cepat mengisi sungai-sungai tersebut. Yang masuk ke dalam sungai tidak saja air melainkan lumpur atau gerusan tanah sehingga mengakibatkan sungai menjadi dangkal.
  2. Adanya buangan-buangan sampah padat ke sungai-sungai, hal ini disebabkan persepsi masyarakat yang masih menganggap bahwa sungai-sungai itu adalah tempat sampah. Buangan sampah rumah tangga yang menyumbat riol-riol kota (saluran kota) sangat memberikan kontribusi meluapnya saluran-saluran tersebut.
  3. Adanya penebangan pohon-pohon di lahan-lahan kritis (yang memiliki kecuraman yang tinggi) untuk dijadikan lahan permukiman. Sehingga air hujan tidak bisa ditahan dan terbuang percuma. Contoh yang bisa kita lihat adalah kondisi di Kombos, dimana lahan-lahan yang berfungsi menahan air (catchman area) sudah dibuka dan pohon-pohonnya di tebang untuk dijadikan kawasan pemukiman. Kita bisa lihat disana bahwa di hari-hari yang panas, ada beberapa mata air yang sering digunakan masyarakat Kombos.

DI LUAR KOTA MANADO

  1. Adanya pembukaan kawasan lindung di Warembungan, yang kita tau bersama bahwa kawasan ini adalah kawasan tangkapan air (cacthman area) dana dikawasan inilah banyak sumber mata air yang digunakan PDAM sebagai sumber air minum kita di Manado. Anda bisa melihat di saat hujan kecil saja, air yang terbuang yangmengalir ke jalan raya sangat banyak (saya sudah mengamatinya). Apalagi jika hujan lebat, berapa banyak air yang tidak tertahan atau terbuang percuma, yang seharusnya menjadi cadangan air tanah bagi sumber mata air di Warembungan.
  2. Pemanfaatan kawasan sekitar danau Tondano, yang semakin memprihatinkan, dimana rumah-rumah penduduk sekitarnya tidak lagi berada di pinggir danau Tondano, melainkan sudah berdiri di atas perairan danau Tondano, ditambah lagi dengan karamba-karamba ikan. Kawasan sekitar danau Tondano saat ini juga masih dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan yang memiliki intensitas penglolaan tanah yang tinggi. Semua ini mengakibatkan danau Tondano mengalami pendangkalan, sehingga pada musim hujan, jumlah air yang masuk ke dalam danau Tondano yang seharusnya tidak akan meluap, kini meluap akibat daya tampung wadah danau Tondano tidak mampu lagi.
  3. Penebangan pohon-pohon di hulu Sungai Tondano untuk menjadikan lahan ini sebagai lahan pertanian, memberikan kontribusi debit air yang tinggi di Sungai Tondano ini.

KESIMPULAN

Disaat ombak sedang mengamuk (hal yang biasa di kota Manado) di saat itu pula curah hujan tinggi, dimana hal-hal ini lazim terjadi di kota Manado menjelang Natal dan Tahun Baru, di tambah dengan kondisi pemanfaatan DAS yang sudah sangat maksimal dan kritis, saluran-saluran kota tidak berfungsi (tersumbat) akibat sampah-sampah, penebangan pohon-pohon di hulu sungai, tidak dikelolanya kawasan sekitar Danau Tondano, terjadinya pembukaan lahan-lahan lindung di Warembungan semuanya terakumulasi menjadi satu sehingga yang terjadi adalah air-air tersebut tidak bisa lagi mengalir ke laut, sementara tambahan debit air sangat cepat dari pegunungan mengisi kota Manado dan akhirnya kota Manado menjadi banjir. Jadi jika tidak dikelola dan diperbaiki DAS tersebut akibatnya kota Manado akan menjadi kelebihan air di kala hujan (banjir) dan menjadi kekurangan air bersih di kala musim panas (kemarau).


Saya mengusulkan kepada pemerintah setempat, sebagai berikut:


PEMERINTAH KOTA

  • Harus berani mengambil keputusan merelokasi masyarakat yang berada di kawasan sempadan sungai-sungai yang produktif kelokasi yang lebih aman. Memang perlu biaya, tapi jika coba dipikirkan untung ruginya merelokasi masyarakat tersebut dengan membiarkan mereka tetap di lokasi itu yah.. lebih menguntungkan jika memindahkan mereka ke lokasi lain, dari pada membiarkan mereka tetap di lokasi itu. Sekarang saja, dapat kita lihat berapa ruginya yang mereka alami, ya..kehilangan harta, kehilangan nyawa, kehilangan waktu dan jika diukur dan dikonversikan dengan uang wah…sangat mahal dibandingkan dengan lahan baru sebagai area relokasi.
  • Merencanakan, membuat dan mengawasi saluran-saluran kota dengan baik oleh instansi teknis di kota Manado.
  • Mengelolah kawasan DAS di seluruh sungai di Manado segera.
  • Menanam pohon-pohon di sepanjang bantaran sungai (DAS), sampai ke hulu sungai.
  • Memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa sungai bukanlah tempat sampah.
    Memberikan informasi pada masyarakat tentang lahan-lahan kritis yang ada di kota Manado dengan menggunakan semua media.
  • PERDA harus tegas diaplikasikan dan perlu partisipasi masyarakat yang aktif.
  • Lahan yang direncakan untuk direklamasi, sebaiknya cukup saja lahan yang sudah ada, yang sudah dibangun bangunan “Mallâ€�. Tidak usah ditambah lagi. Biarlah air-air laut diberikan tempat sehingga tidak mencari tempat di darat melalu sungai-sungai.
  • elakukan identifikasi lokasi-lokasi yang mengalami bencana banjir yang paling kritis, dimana data ini bisa menjadi data-base bagi pem-kot untuk merancang dan merevisi kembali RUTR kota Manado.

PEMERINTAH PROPINSI

  • Menghentikan saja penebangan hutan atau menutup ijin HPH, karena kenyataannya dari dulu pengawasan bagi pemegang HPH sangat sulit di awasi, yang akhirnya kegiatan ini adalah sebagai kontributor bagi banjirnya beberapa daerah di Propinsi Sulut. Jagawana (polisi hutan) tidak berfungsi sama sekali. Saya pikir bahwa kondisi ini harus di perhatikan karena akan menjadi percuma jika mereka (pengusaha) HPH tidak di utak-utik, karena kegiatan mereka.
  • Mewujudkan pengelolaan Danau Tondano segera, tidak saja hanya membuat Danau Tondano sebagai obyek penelitian, yang tidak pernah terlihat aplikasi hasil penelitian.

MASYARAKAT KOTA

  • Semua masyarakat (segala lapisan) harus segera berpartisipasi untuk membenahi kota ini, tidak saja pem-kot atau pem-prov. Partisipasi ini harus lahir dari kesadaran semua masyarakat, misalnya: membuang sampah secara benar, tidak menebang hutan, tidak mengubah lahan-lahan lindung menjadi lahan-lahan budidaya.
  • Jika memang masyarakat tidak mau berpartisipasi dengan kondisi ini terutama masyarakat di DAS, yah…harus selalu waspada dengan datangnya banjir dan tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, karena tidak memberikan partisipasi perbaikan.



No comments: