perkotaan adalah wujud interaksi antara subsistem sosial - subsistem alam dan subsistem buatan pada suatu wilayah
Tuesday, August 08, 2006
POLA PEMANFAATAN RUANG KOTA MANADO : TEKANAN TERHADAP SUMBERDAYA ALAMNYA
Oleh : Veronica Kumurur
Mengamati dan mencermati kota Manado yang semakin sarat saja dengan pembangunan, maka tulisan ini mencoba menjabarkan dan menganalisis kondisi dan situasi kota ini terutama pada pola pemanfaatan ruang kota Manado yang terlihat semakin membebani sumberdaya alam yang dimiliki kota ini.
Kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya (tumbuhan dan hewan) ditopang oleh 3 sumberdaya sekaligus, sumber daya air, sumber daya tanah dan sumber daya udara, dimana ketiga sumber daya alam ini menjadi kebutuhan vital bagi manusia dan makhluk hidup untuk dapat melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungkan hidupnya.
Topografi alam kota Manado yang membentuk perbukitan dimana beberapa ekosistem hutan lindung terbentuk di sana seperti di Gunung Tumpa dan Cagar alam Tongkaina dan terbentuklah sungai-sungai yang cukup produktif yang melewati kota ini. Terbentuk kawasan resapan air serta terdapatnya daerah-daerah sumber mata air seperti di daerah Koka, Pancuran IX, Malalayang, Sea dan di Bosami.
Kota Manado tidak saja memiliki “landscape� daratan yang menawan, tapi juga memiliki perairan pantai Manado dengan model batimetri yang apik membentuk suatu bentang alam (landscape) bawa laut di sekitar perairan Pulau Bunaken, P. Siladen dan P. Manado Tua menjadi habitat yang menarik bagi biota laut sehingga menjadi impian setiap orang yang menjadi wisnu dan wisman untuk kota ini.
Manado masih memiliki sumber daya alam udara yang baik, buktinya kita sebagai warga Manado masih bisa melihat taburan bintang-bintang di langit di malam hari, itu pertanda udara kita masih bersih dan kita hidup di Manado belum dilingkupi awan yang berupa gas pencemar. Di kala kita menikmati pagii hari, kita masih bisa menemui birunya langit. Suasana ini sangat berbeda jika kita berada di kota Jakarta. Di malam hari, tak satupun bintang yang bisa dan dapat kita nikmati di sana, pagi hari kita hanya melihat lapisan awan kelabu menyelimuti kota ini.
Namun bagaimana keadaan sumber daya alam di kota Manado saat ini?
Perencanaan suatu kota tidak bisa lepas dari aspek Tata Ruangnya, dimana tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak. Undang-undang R.I Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang mengartikan bahwa pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran, fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam. Wujud pola pemanfaatan ruang diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri dan pertanian, serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan. Salah satu tujuan dalam penataan ruang adalah tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk; (1) mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera; (2) mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; (3) meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (4) mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan; (5) mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Kota Manado memiliki 2 jenis kawasan lindung yang terdiri dari: kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya dan kawasan perlindungan setempat. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang dimiliki kota Manado adalah; (a) kawasan hutan lindung; (b) kawasan resapan air. Kawasan perlindungan setempat yang dimiliki kota Manado adalah; (a) kawasan sempadan pantai; (b) kawasan sempadan sungai; dan (c) kawasan sekitar mata air.
Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah (Pasal 1 (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Kriteria kawasan hutan lindung adalah; (1) kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau; (2) kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih, dan/atau; (3) kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih.
Lokasi hutan lindung di kota Manado terdapat di Gunung Tumpa yang berdampingan dengan Cagar Alam Tongkaina. Gunung Tumpa, saat ini ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Kondisi Topografi, memiliki kemiringan lahan >40%. Faktor erosi sangat tinggi sehingga akan meningkatkan laju sedimentasi di daerah pantai Tongkaina. Kawasan ini perlu dilindungi, terutama sebagai areal resapan air dan pengatur iklim mikro wilayah sekitarnya. Tongkaina, kawasan cagar alam yang memiliki bentuk topografi lahan landai (0-8%) dan termasuk daerah perlindungan setempat (sempadan pantai), namun saat ini sebuah hotel telah dibangun di areal Cagar Alam Tongkaina dan ada beberapa kegiatan wisata berada di areal ini. Adanya bangunan hotel dan kegiatan budidaya di cagar alam ini akan memberikan kontribusi pada perusakan ekosistem perairan melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan manusia di lokasi ini. Misalnya: adanya pembongkaran hutan-hutan bakau untuk dijadikan pangkalan “jetty�, sehingga sebagian “barier� ekosistem daratan dengan ekosistem akuatik menjadi “sobek�. Akibatnya “filter� antara kedua ekosistem ini menjadi berkurang, sehingga bakal terjadi peningkatan sedimentasi di perairan dan bakal mengakibatkan intrusi air laut lebih dalam dan mempengaruhi kualitas air tanah kota Manado.
Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna bagi sumber air . Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan, kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Beberapa tempat di Manado memiliki kemampuan untuk menyerap air tanah dengan baik, dimana lokasi tersebut sebagai hulu dari sungai-sungai yang mengalir melewati kota Manado menuju ke pantai Manado. Kini, kawasan tersebut sedang dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan dan pertanian (lahan budidaya). Sebagian besar di lahan ini terjadi kegiatan intensif masyarakat sehingga terjadi pengolahan-pengolahan tanah yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah dalam menyerap dan menyimpan air. Apalagi tanaman-tanaman yang ditanam tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan air tanah. Akibatnya adalah berkurangnya debit air yang dialirkan melalui sungai-sungai .
Kota Manado memiliki ± 21 sungai yang tersebar di 5 kecamatan. Untuk melindungi dan melestarikan fungsi sungai sebagai sumberdaya alam maka berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung ditetapkan bahwa kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kriteria sempadan sungai adalah ; (1) sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman; (2) untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Kondisi pemanfaatan ruang di sepanjang sempadan sungai-sungai ini hampir tidak ada lagi yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Sebagian besar lahan di area sempadan sungai didominasi oleh lahan pemukiman dan industri. Pemanfaatan ruang ini diperparah oleh persepsi sebagian besar masyarakat kota Manado bahwa sungai masih merupakan daerah belakang rumah, sehingga sungai sampai saat ini masih dianggap identik dengan tempat sampah.
Ruang daratan (terestrial) ruang lautan (akuatik) dan ruang udara dimana wadah yang membentuk kesatuan fungsi dalam satu ruang di kota Manado ini selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi kehidupan dan perencanaan serta pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan juga mengandung fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, yang memerlukan pengaturan bagi pengelolaan dan perlidungannya. Untuk itu berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung ditetapkan bahwa daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat adalah kawasan sempadan pantai. Kawasan ini mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Tentunya ketentuan ini semata-mata untuk melindungi sumber daya air yang dimiliki oleh setiap daerah di Indonesia.
Manado memiliki kawasan sempadan pantai yang memanjang dari pesisir pantai Malalayang sampai di ujung pantai Maasing dan di pulau Bunaken, pulau Manado Tua dan pulau Siladen, dimana saat ini sepanjang kawasan lindung ini telah total berubah menjadi kawasan budidaya dengan beberapa kegiatan misalnya: kawasan sempadan pantai kecamatan Malalayang sampai kecamatan Wenang selain kawasan yang memang sudah ada juga ditambah dengan lahan baru hasil reklamasi saat ini dimanfaatkan sebagai lahan komersil yang terdiri dari pertokoan/mall, hotel dan perumahan mewah. Kawasan sempadan pantai di kecamatan Molas (Sindulang II, Bitung Karang Ria, Maasing, Tumumpa, Meras, Tongkaina, Manado Tua dan Bunaken) telah dimanfaatkan sebagai lahan permukiman penduduk, lahan perkebunan, perikanan, jasa pariwisata dan sebagian sebagai hutan lindung. Dapat dibayangkan banyaknya limbah-limbah cair maupun padat yang telah dibuang oleh pengguna lahan-lahan ini di perairan Teluk Manado. Belum lagi bakal penghasil limbah yang menempati lahan baru hasil reklamasi pantai Teluk Manado akan memberikan kontribusi pengrusakan sumber daya alam laut Manado jika tidak dilakukan “proses minimisasi “ limbah.
Secara nyata bahwa telah terjadi pengrusakan zona lindung bagi ekosistem perairan laut Teluk Manado akibat dari usaha dan kegiatan manusia yang terjadi di darat. Tidak bisa kita mengelak terhadap kerusakan yang telah terjadi melalui dalih pemanfaatan teknologi “canggih� dalam mengolah limbah yang akan dihasilkan di lahan reklamasi ini atau di lahan yang digunakan masyarakat sebagai lahan pemukiman. Mengapa demikian? Sobeknya filter antara dua ekosistem ini akan memberikan jalan bagi pencemaran lingkungan laut akibat kegiatan alam yang tidak bisa kita duga, misalnya: meningkatnya laju aliran permukaan di daratan (run-off) yang mengakibat kan meningkatnya jumlah sedimen secara cepat dan tidak alami lagi. Sedimentasi ini tentunya akan sangat mempengaruhi zona produktif yang menjadi habitat makhluk hidup di perairan Teluk Manado.
Wujud pola pemanfaatan ruang kota Manado yang baru berupa sebaran permukiman, industri, tempat kerja yang cenderung berkembang tidak beraturan dan tidak terkendali serta disebarkan di zona-zona lindung sudah sangat memprihatinkan. Dari hasil pengamatan, tidak ada satupun sungai di kota Manado yang luput dari pemanfaatan sempadan sungainya sebagai lahan budidaya. Hutan-hutan lindung di alih-fungsikan menjadi lahan permukiman. Pusat-pusat kegiatan yang berupa pertokoan kini sebagian besar di letakkan di areal lahan reklamasi, diimana kondisi ini, jika tidak diperbaiki dan diminimalkan kehadiran limbah cairnya maka akan merusak sumber daya air yang kita miliki khususnya ekosistem akuatik. Begitupula dengan kondisi yang terjadi di kawasan sempadan sungai-sungai di kota Manado, jika tidak diperbaiki pola pemanfaatan lahannya maka sungai-sungai sebagai inlet pantai Manado akan mengalami kerusakan total dan tidak dapat me�recovery� diri akibat gencarnya limbah yang dibebani padanya. Kerusakan badan air sungai tentunya akan menambah kontribusi kerusakan pada perairan Teluk Manado. Semua kegiatan yang dilakukan di daratan kota Manado akan bermuara ke pantai. Itulah konsekuensi dari tipologi lingkungan kota Manado.
Wujud pola pemanfaatan ruang kota Manado saat ini, jika tidak segera diperbaiki akan menjadi kontributor utama rusaknya sumber daya udara kota ini. Contohnya: pemanfaatan lahan sebagai daerah komersil dan lahan service kota yang tersebar di sepanjang jalan Sam Ratulangi dan di setiap jalan protokol di kota Manado saat ini cenderung tidak terkendali. Kondisi ini telah menimbulkan kemacetan lalulintas pada jam-jam sibuk pada ruas-ruas jalan tertentu. Ada kecenderungan ruas-ruas macet ini akan bersambung satu dengan yang lain jika pertokoan (mall) yang dibangun di beberapa lokasi jalan Sam Ratulangi selesai dibangun nanti. Kemacetan lalulintas tersebut selain menambah “stress� para penghuni kota, juga akan memberikan kontribusi gas-gas dari kendaraan bermotor sebagai perusak sumber daya udara kota Manado.
Perencanaan kota Manado dari para ahli tata kota terdahulu kelihatannya cenderung meletakkan zona-zona komersil secara tidak beraturan, tidak memperhitungkan jarak zona yang satu dengan zona lainnya, tidak memperhitungkan kondisi jaringan jalan. Di perkuat lagi dengan tidak ketatnya ijin-ijin yang dikeluarkan bagi pengusaha-pengusaha di sepanjang jalan protokol kota Manado oleh Pemda dalam hal penyediaan arena parkir bagi setiap pengusaha yang menempati jalan-jalan protokol. Kita dapat melihat pada jam-jam sibuk sebagian jalan protokol digunakan sebagai arena parkir kendaraan-kendaraan konsumennya. Suasana ini juga yang memperparah kemacetan yang terjadi. Tidak ketatnya pengawasan terhadap sistem pengolahan limbah cair bagi pengguna lahan di sepanjang pantai Manado, sehingga disinyalir bahwa beberapa pengusaha jasa komersil dan bangunan “public� lainnya yang ada di lokasi ini membuang limbah cair langsung ke perairan Teluk Manado tanpa di “treatment� terlebih dahulu. Sangat mengkuatirkan keberlanjutan kota ini jika terjadi demikian.
Melihat kondisi saat ini dimana pembangunan fisik di kota Manado semakin meningkat dan cenderung para perencana membuat pola pemanfaatan ruang yang semakin memperparah kerusakan sumber daya alam kota ini, dan jika kita melihat dan mencermati pola pemanfaatan ruang kota Manado yang terjadi pada 10-15 tahun yang lalu dengan kondisi pertambahan penduduk yang stabil tanpa pengelolaan dan penataan maka sebenarnya sudah sangat memberikan peluang kerusakan sumber alam sungai dan pantai di saat ini. Kondisi demikian sebenarnya jangan sampai terjadi di saat 10-15 tahun ke depan, akibat penataan ruang kembali dengan melakukan pengrusakan-pengrusakan “barier� yang berupa zona-zona lindung di sepanjang pantai dan di sepanjang sungai-sungai di Manado ditambah dengan tidak adanya usaha untuk me“manage� lingkungan kota Manado. Pola pemanfaatan ruang yang terjadi saat ini cenderung ditata demikian, dimana tidak lagi membiarkan kegiatan alam terjadi, yang ada semata-mata hanya kegiatan manusia, sehingga dapatlah kita bayangkan apa yang akan terjadi dengan lingkungan alam kita yang cenderung mempengaruhi lingkungan sosial kota ini jika kondisi ini tidak cepat dan segera disadari. Kerusakan sudah terjadi akibat dari suatu keputusan yang tidak seimbang antara kepentingan ekonomi dan kepentingan keberadaan sumberdaya alam yang lestari. Konsep kota yang berlanjutan barangkali tidak dapat kita nikmati jika masih mempertahankan pola lama dan meningkatkan kerusakan dengan mewujudkan pola pemanfaatan ruang yang baru yang cenderung sama dengan pola lama.
Saat ini suasana sudah terlanjur dan sedang terjadi pengrusakan itu, tinggal langkah apa yang akan diambil oleh “pembuat kebijakan� dan “pengatur kota ini� agar model penataan kota tidak semata-mata hanya mementingkan ekonomi saja melainkan juga harus memperhitungkan keberlanjutan manusia dan sumber daya alam (lingkungan hidup) kota Manado.
Barangkali “gelar� kota Manado tidak saja kota Pantai, kota Bisnis atau predikat apa lagi yang mensejajarkan kota ini dengan kota-kota modern lain di luar Indonesia, tapi harus ditambah lagi dengan satu predikat yang penting yaitu : MANADO KOTA YANG MANUSIAWI DAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE CITY).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment