Danau Tondano, hingga kini masih saja dilingkupi persoalan yang mengancam keberlanjutan ekosistemnya. Padahal, fungsi lingkungan perairan danau Tondano masih sangat penting bagi kehidupan masyarakat kabupaten Minahasa dan kota Manado. Danau Tondano sebagai penyedia air tanah masyarakat sekitarnya serta sebagai sumber air minum bagi Kabupaten Minahasa, Kota Manado dan ke depan direncanakan untuk mensuplai air minum ke kota Bitung. Juga, menjadi penggerak turbin pembangkit listrik tenaga air untuk menghasilkan listrik bagi masyarakat Minahasa dan Kota Manado (PLTA Tonsea Lama, Tanggari I, Tanggari II dan rencana PLTA Sawangan). Sedangkan secara ekonomi, perairan Danau berfungsi sebagai lokasi budidaya perikanan karamba jaring apung/KJA (floating net cages) dan karamba tancap (pen culture) dengan produksi sekitar 5000 ton ikan per tahun. Sebagai sumber irigasi bagi 3000 ha sawah di Kabupaten Minahasa. Secara alami, Danau Tondano dan sekitarnya merupakan suatu rangkaian landscape yang indah dan secara sosial memberikan jasa keindahannya bagi siapa saja yang datang menikmatinya.
Namun permasalahan yang mengancam keberadaan ekosistem perairan ini terus saja meningkat. Pendangkalan, penurunan debit air serta penurunan kualitas air menjadi persoalan utama ekosistem perairan Danau Tondano. Kondisi ini berakibat pada kelangsungan danau dan makhluk hidup di danau dan di sekitar danau. Faktor utama penyebab rusak dan terancamnya keberadaan ekosistem Danau Tondano, yaitu: erosi dan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi).
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami, yaitu air atau angin. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Erosi sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (a)erosivitas; dan (b)erodibilitas. Di mana erosivitas sangat dipengaruhi oleh iklim, sedangkan erodibilitas dipengaruhi oleh sifat fisik tanah (tanah) dan pengelolaan tanah dan tanaman (topografi, vegetasi dan manusia).
Menurut Hasil penelitian Gunawan & Kusminingrum (diunduh 16 Agustus 2010) bahwa tingkat erosi permukaan tanah yang sangat tergantung pada tingkat kemiringan lereng, kepadatan tanah dan tingkat kerimbunan tanaman penutup. Danau Tondano merupakan danau ketegori kecil dan dangkal (10-50 meter). Danau ini merupakan bagian dari DAS Tondano (watershed), yang menampung air dari area tangkapan air yang terbuka dengan luas water body (badan air danau) 4.396 ha. Dari hasil survei citra Landsat 2009, diperoleh: total luasan DTA yaitu 25.925 ha, di mana kondisi tutupan lahan di Daerah Tangkapan Air (DTA) di dominasi oleh kawasan budidaya yang terdiri atas: 5% perumahan (1.197ha), 12% sawah (3.188 ha), 28% perkebunan campuran (7.326 ha), dan 23% hortikultura (5.983 ha). Sedangkan kawasan lindung yang berbentuk hutan hanya sekitar 28% atau 7.345ha.
Dari data tutupan lahan di kawasan sekitar badan air Danau Tondano yang didominasi oleh kawasan budidaya yang cenderung meningkat luasnya, dapat diprediksi akan semakin tinggi erosi yang bakal terjadi. Berkurangnya penutupan lahan oleh vegetasi terutama di lahan-lahan miring sering mengakibatkan laju aliran permukaan dan erosi meningkat. Laju aliran permukaan dan erosi dipengaruhi oleh derajat keterbukaan dan cara-cara pengolahan tanahnya. Partikel-pertikel tanah yang terbawa melalui proses erosi, selain memindahkan tanah dari satu tempat ke perairan danau Tondano dan akhirnya menjadi sedimen, juga mengakibatkan peningkatan unsur hara pada badan air. Unsur hara ini telah mempercepat proses eutrofikasi di perairan danau Tondano.
Eutrofikasi adalah suatu rangkaian proses dari sebuah danau yang bersih menjadi berlumpur akibat pengkayaan unsur hara tanaman dan meningkatnya pertumbuhan tanaman. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah mencirikan eutrofikasi sebagai “ pengkayaan unsur hara (nutrien) pada badan air yang menyebabkan rangsangan suatu susunan perubahan simptotik yang meningkatkan produksi ganggang dan makrofit, memburuknya perikanan, memburuknya kualitas air serta menganggu penggunaan air”.
Proses pengkayaan (eutrofikasi) danau dapat terjadi secara alamiah maupun secara kultural. Menurut Connell & Miller, 1995 dalam bukunya Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, bahwa proses eutrofikasi alamiah terjadi akibat adanya aliran masukan yang membawa detritus tanaman, garam-garam, pasir dan disimpan dalam badan air selama waktu geologis. Sedangkan eutrofikasi kultural diakibatkan oleh peningkatan kegiatan manusia yang terjadi di sepanjang daerah aliran sungai masuk (inlet) ke perairan danau misalnya; pengolahan tanah pertanian secara intensif, penggunaan pupuk dan pembuangan limbah rumah tangga. Proses ini akan menjadi sebuah masalah jika tidak dikendalikan. Seperti yang terjadi pada perairan Danau Tondano, di mana tidak saja eutrofikasi alamiah yang terjadi, tetapi juga eutrofikasi kultural, seperti dimanfaatkannya badan air sebagai lahan budidaya ikan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar danau Tondano. Dari hasil penelitian Suryadiputra dkk (2010), diperoleh bahwa Keramba Jaring Apung (KJA) dan Karamba tancap pada tahun 2001, total sekitar 2500 unit; dan tersebar di Desa Eris (2078 unit), di Desa Kakas (350 unit) dan di Desa Remboken (40 unit).
Selain itu pula pengalihfungsian lahan dari lahan lindung menjadi lahan budidaya sangat memberikan kontribusi peningkatan konsentrasi fosfor melalui penggunaan pupuk di lahan pertanian seluas 53% yang terdiari atas: sawah, perkebunan campuran, dan hortikultura. Sebagai contoh: dari hasil penelitian Kumurur (1998) yang dilakukan di Kawasan Sekitar Danau Mooat, diperoleh bahwa akibat pengalihan fungsi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya di kawasan sekitar Danau Mooat, telah terjadi peningkatan konsentrasi fosfor 163 kali lebih besar dalam lima tahun terakhir (periode 1993-1998) dibandingkan pengukuran pada periode enam tahun sebelumnya (1987-1993). Fosfor tersebut banyak dihasilkan dari lahan pertanian akibat penggunaan pupuk. Unsur kimia inilah yang paling bertanggungjawab dalam proses eutrofikasi (pengkayaan unsur hara) pada badan air danau, seperti danau Mooat dan danau Tondano saat ini. Pengkayaan unsur hara dan peningkatan eutrofikasi akan mengakibatkan terganggunya dan terancam keberadaan ekosistem perairan danau Tondano.
Pengaruh utama dari peningkatan eutrofikasi adalah berkurangnya oksigen yang terlarut. Unsur hara (nutrien) ini akan terus meningkat melalui erosi serta melalui pemberian makanan pada ikan-ikan (jaring apung). Hal seperti inilah yang mempercepat terganggunya keseimbangan alami perairan. Semakin kaya unsur hara (nutrien) pada badan air, maka tanaman air akan semakin subur, padat dan menutupi permukaan perairan danau. Perairan danau semakin keruh akibat padatnya tanaman-tanaman air tersebut, yang akhirnya menyulitkan sinar matahari menembus perairan danau. Pada akhirnya pembusukan tanaman air semakin meningkat dan akan meningkatkan sedimentasi yang secara pasti menjadi penyebab pendangkalan perairan Danau Tondano.
Jadi erosi dan eutrofikasi (khususnya eutrofikasi kultural) adalah dua hal penting yang menyebabkan ekosistem perairan danau Tondano semakin kritis. Perlu penataan wilayah daerah tangkapan air (DTA) serta pengendalian kegiatan manusia. Jika tidak ditata kembali wilayah kawasan sekitar Danau Tondano, serta mengendalikan pemanfaatan badan air danau, maka suatu waktu Danau Tondano akan mencapai suksesi, dari perairan menjadi daratan.
Penulis:
*Dosen Prodi Perencanaan Wilayah & Kota, Prodi Aristektur, Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi
(telah dipublikasi di Harian Manado Post tgl 30 April 2011)