Wednesday, July 26, 2006

RENCANA TATA RUANG SEHARUSNYA MENJADI “MAIN ENTRANCE� KELAYAKAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN/KOTA

Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang, demikian yang dimaksud dalam Bab I, Pasal 1(4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan fungsi budi daya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya, serta fungsi pertahanan keamanan; aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang. Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya. Rencana tata ruang dibedakan atas; (1) Rencana tata ruang (RTR) Wilayah Nasional; (2) Rencana Tata Ruang (RTR) Wilayah Propinsi; dan (3) Rencana Tata Ruang (RTR) Wilayah Kabupaten/Kota. Masing-masing RTR Wilayah (RTRW) ini memiliki isi dan tujuan tertentu.

Salah satu bentuk tata ruang seperti RTR Wilayah Kabupaten/Kota, secara detail (rinci) berisikan tentang; (1)pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya; (2)pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu, (3)sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan; (4)sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan; (5)penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Semua Sumberdaya Alam (SDA), sosial dan lingkungan buatan dalam skala wilayah kabupaten/kota diatur dan ditata disini. Perletakan kawasan lindung, kawasan budidaya direncanakan dan dirancang di RTR ini. Karenanya, fungsi RTRW Kabupaten/Kota ini menjadi pedoman untuk penetapan lokasi investasi dan menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat di kabupaten atau di kota tersebut.
Demikian singkat cerita tentang RTRW yang kini RTRW ini dimiliki diantaranya oleh kota-kota di Sulawesi Utara seperti kota Manado, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon. Yang artinya pula, bahwa kota-kota ini telah direncanakan peruntukkan ruangnya. Dengan demikian, kegiatan atau usaha apapun yang dilakukan dikota-kota ini, semua ijin-ijin lokasi pembangunannya harus berdasarkan RTRW yang telah ditetapkan.


Di Sulawesi Utara terutama di kota Manado dan kabupaten Minahasa, banyak kasus pembangunan fisik dari usaha dan kegiatan dilakukan pada lokasi yang bukan peruntukkannya. Seperti kawasan wisata bakal dijadikan kawasan industri, kawasan wisata, bakal dijadikan kawasan perdagangan/komersil dengan alasan “ah, RTR kan hanyalah arahan saja�. Mungkin ini karena sulitnya memahami bahasa Indonesia bidang hukum, sehingga interpretasinya macam-macam dan “suka-suka� para penguasa wilayah tersebut mengartikannya.
Perubahan tata ruang suatu wilayah, terjadi begitu saja dan dengan mudah disahkan oleh pimpinan tertinggi kabupaten/kota tanpa melihat efek di lingkungan wilayahnya bahkan antar wilayah. RTRW hanya menjadi dokumen yang hanya sekedar ada saja. Akibatnya terjadi protes sana-sini oleh masyarakat lokal, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.


Akibatnya, investor menjadi uring-uringan (bingung) tak menentu, dilain sisi sudah menyetor kewajiban sebagai penanam modal pada pemerintah kabupaten/kota tersebut, dilain sisi merasa tidak tenang terhadap gangguan masyarakat. Perasaan “kecele (terjebak)� maju kena mundur kena. Tetapi, ada juga investor yang nekat untuk meneruskan kegiatannya walaupun apapun yang terjadi. Dan tentunya jika ada investor yang demikian akan berat rasanya dengan kondisi/situasi saat ini. Konsekuensi yang bakal dihadapi akan berat juga. Ada juga yang mundur dengan kerugian yang begitu besar, di mana sudah membuat kajian Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan biaya yang besar walaupun sudah jelas-jelas lokasi tersebut tidak untuk kegiatan atau usaha semacam itu dan kini harus meninggalkan lokasi itu karena umpatan dan protes dari masyarakat yang paham dengan lokasi tersebut. Akhirnya salah menyalahkan terjadi. Pemerintah (pengambil keputusan) menyalahkan masyarakat yang membuat gaduh sehingga investor kabur, dilain pihak masyarakat menuding pemerintah yang memberikan ijin padahal lahan itu bukan untuk kegiatan tersebut.

Menurut pengamatan saya, selama ini yang terjadi adalah tudingan kepada pemerintah yang memberikan ijin lokasi pada lahan yang bukan peruntukkan bagi kegiatan tertentu. Tudingan yang wajar. Kenapa? Karena pemerintahlah yang memegang perijinan tersebut, bukan masyarakat. Jelas demikian. Dan lebih jelas lagi, sebetulnya pemerintahlah yang membuat masyarakat dan investor bingung. Mau ikut aturan yang mana, aturan yang itu, ternyata di lapangan jadinya lain. Sebetulnya, semua ini bukan juga salah investor yang menempati peruntukkan yang salah, melainkan ini adalah kesalahan pihak pemerintah setempat yang mengeluarkan ijin untuk boleh menduduki tempat atau lokasi tersebut.

Semestinya tidak harus demikian kejadiannya, jika di awal kegiatan atau usaha tersebut dikaji dan dipahami dan dicocokkan dengan RTR Wilayah setempat, apakah sesuai peruntukkannya atau tidak. Jika cocok, tidak ada masalah, semua proses bisa dilanjutkan. Namun, jika kegiatan tersebut tidak sesuai dengan peruntukkan lahan atau RTRW, maka jangan sekali-kali memberikan ijin lokasi pembagunan pada pemohon tersebut. Karena, jika pemohon (pemrakarsa) telah diberikan ijin lokasi pembangunan, pemohon tersebut bakal lanjut pada pembuatan AMDAL (jika kegiatan wajib amdal) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) jika kegiatan tersebut tidak wajib amdal. Ini berabe, sebab pemrakarsa akan mengeluarkan biaya besar untuk studi ini. Repotnya lagi, jika studi tersebut sengaja dibuat bukan untuk memproteksi lingkungan tetapi untuk melayakkan kegiatan tersebut. Proses ini akan berlanjut dan akan otomatis gol dan dilaksanakan. Penilaian Amdal oleh komisi Amdal tidak akan mampu menahan kegiatan tersebut untuk tidak dilaksanakan walaupun sidang komisi sudah mengetahui bahwa kegiatan tersebut berada pada peruntukkan ruang yang salah atau menyalahi RTRW. Mengapa demikian? Karena ijin lokasi pembangunan sudah terbit dan tak ada yang mampu menahan semua itu, kecuali ditarik kembali oleh yang mengeluarkannya. Dan orang nomor satu di wilayah kabupaten dan kota yang berhak melakukan itu.

Terlihat disini, langkah awal yang salah telah diambil oleh pembuat keputusan. RTRW tidak menjadi dasar pembuatan ijin lokasi pembangunan. Sebetulnya, jika pembuat keputusan membuat putusan yang betul, investor tidak akan rugi dan masyarakat tidak akan gusar dan tentunya pembuat keputusan tidak akan berat tugasnya menghadapi “omelan dan protes� masyarakat. RTRW sudah dibuatkan untuk meringankan tugas para pembuat keputusan. RTRW menjadi pintu masuk awal dan utama (main entrance) dalam menentukan apakah kegiatan atau usaha tersebut dapat masuk dan menempati lokasi yang diinginkan oleh investor atau tidak. Jika ya, proses lanjut boleh dilakukan dan sudah pasti akan mulus jalannya, tetapi jika tidak, maka investor harus menghentikan langkahnya dan mencari lokasi lain dan tentunya tidak akan mengeluarkan biaya.

Dalam hal ini pengambil keputusan harus menjadi orang yang tegas dan tegah terhadap keinginan dirinya sendiri maupun keinginan teman-teman sekitarnya. Ini demi untuk kesejahteraan kita bersama sebagai masyarakat dan demi untuk berlanjutnya wadah tempat kita hidup dan berkembang ini. Dan terlebih lagi, demi kepercayaan yang diberikan masyarakat pada sang pemimpin.

Dan barangkali rumus “tegah dan tegas� ini yang sulit dilakukan oleh pemberi ijin. Bagaimana bapak-bapak dan ibu-ibu yang berwenang memberikan ijin lokasi, mampuhkah anda-anda menggunakan rumus tersebut dalam melaksanakan tugas?


PENTINGNYA EKOSISTEM HUTAN BAGI KEHIDUPAN MANUSIA

Oleh: Veronica Kumurur

Hutan merupakan satu ekosistem yang sangat penting di muka bumi ini, dan sangat mempengaruhi proses alam yang berlangsung di bumi kita ini. Ada 7 fungsi hutan yang sangat membantu kebutuhan dasar “basic needs� kehidupan manusia, yaitu:

  1. Hidrologis, hutan merupakan gudang penyimpan air dan tempat menyerapnya air hujan maupun embun yang pada khirnya akan mengalirkannya ke sungai-sungai melalui mata air-mata air yang berada di hutan. Dengan adanya hutan, air hujan yang berlimpah dapat diserap dan diimpan di dalam tanah dan tidak terbuang percuma.
  2. Melihat topografi Minahasa, bergunung-gunung dan terjal, sehingga banyak lahan-lahan kritis yang mudah tererosi apabila datang hujan. Keberadaan hutan sangat berperan melindungi tanah dari erosi dan longsor.
  3. Hutan pula merupakan tempat memasaknya makanan bagi tanaman-tanaman, dimana di dalam hutan ini terjadi daur unsur haranya (nutrien, makanan bagi tanaman) dan melalui aliran permukaan tanahnya, dapat mengalirkan makanannya ke area sekitarnya. Bayangkan jika kita tak punya lagi dapur alami bagi tanaman-tanaman sekitarnya ataupun bagi tanaman-tanaman air yaang ada di sungai-sungai, maka bumi Minahasa akan merana.
  4. Fungsi penting hutan lainnya adalah sebagai pengatur iklim, melalui kumpulan pohon-pohonnya dapat memprduksi Oksigen (O2) yang diperlukan bagi kehidupan manusia dan dapat pula menjadi penyerap carbondioksida (CO2) sisa hasil kegiatan manusia, atau menjadi paru-paru wilayah setempat bahkan jika dikumpulkan areal hutan yang ada di daerah tropis ini, dapat menjadi paru-paru dunia. Siklus yang terjadi di hutan, dapat mempengaruhi iklim suatu wilayah.
  5. Hutan memiliki jenis kekayaan dari berbagai flora dan fauna sehingga fungsi hutan yang penting lagi adalah sebagai area yang memproduksi embrio-embrio flora dan fauna yang bakal menembah keanegaragaman hayati. Dengan salah satu fungsi hutan ini, dapat mempertahankan kondisi ketahanan ekosistem di satu wilayah.
  6. Hutan mampu memberikan sumbangan hail alam yang cukup besar bagi devisa negara, terutama di bidang industri, selain kayu hutan juga menghasilkan bahan-bahan lain seperti damar, kopal, terpentein, kayu putih, rotan serta tanaman-tanaman obat.
  7. Hutan juga mampu memberikan devisa bagi kegiatan turismenya, sebagai penambah estetika alam bagi bentang alam yang kita miliki.

Dari 7 fungsi penting hutan bagi kehidupan manusia, bagaimana nasibnya dengan hutan di Minahasa (khususnya di Liandok) yang semakin hari ditebang saja tanpa ada pengelolaan benar. Padahal areal ini berada pada area “watershed� di Minahasa bagian selatan. Berada pada posisi awal yang menangkap air hujan, berada pada area yang kritis yang sulit dijangkau oleh manusia. Dengan posisi demikian sangat pentinglah fungsi hutan ini bagi keberadaan sungai-sungai dan kehidupan manusia di wilayah ini. Karena, jika dibiarkan ditebang dan dimusnahkan dan bahkan dialihfungsikan, maka bakal terjadi erosi (pengikisan lahan) yang tinggi oleh hujan dan bakal terjadi kerusakan lahan (seperti longsor) dan bakal mengikis humus (makanan) yang berada di permukaan tanah sehingga lahan menjadi tandus (miskin makanan). Hujan yang tak tertampung lagi menjadi penyebab banjir bagi sungai-sungai sekitarnya.

Hutan Liandok seluas 1600 ha, memang bukan saja milik masyarakat sekitarnya, tetapi milik semua manusia yang tinggal di Minahasa, di Manado, di Sulawesi Utara, sehingga semua masyarakat semestinya menjaga dan peduli dengan cara-cara pengeksploitasiannya (pembabatan yang semena-mena) dengan dalih dan tameng kebutuhan masyarakat. Karena akibat dari pembabatan yang tak terkendali ini, akan memberikan dampak langsung bagi semua orang di Minahasa bagian selatan dan bahkan semua yang tinggal di Minahasa, tidak memberikan dampak langsung bagi pengusaha-pengusaha yang hanya datang dan melakukan ekploitasi. Hanya sesaat kita akan menikmati kekayaan itu yang selanjutnya adalah “badai’.

Hutan Liandok adalah bagian hutan tropis yang sangat penting yang masih kita miliki dan tak dimiliki oleh dunia belahan barat. Di hutan ini kita memiliki keanegaraman hayati yang tinggi yang artinya, kita memiliki jenis-jenis tanaman dan hewan yang banyak jenisnya namun sedikit jumlahnya, akibatnya jika hutan ini berkurang maka akan sangat mempengaruhi jumlah jenis flora dan fauna dan akibat lainnya adalah membuat kondisi ekosistem tidak seimbang. Jika dibandingkan dengan hutan yang dimiliki daerah benua bagian barat, yang dikenal dengan hutan “temperate�, dimana jumlah jenis tanaman dan hewan tidak beraneka ragam dan jumlah setiap jenis banyak jumlahnya sehingga apabila hutan ini terganggu maka tidak akan mempengaruhi jumlah jenis (spesies) tanaman dan hewan di hutan itu.

Tanaman-tanaman dan hewan-hewan di hutan tropis seperti di hutan Liandok sangat penting fungsinya bagi ketahanan Ekosistem di wilayah Minahasa dan seluruh wilayah Sulawesi Utara, tidak hanya sekarang ini tetapi di masa datang.

Jika dalih, masyarakat sangat membutuhkan pemenuhan ekonomi sehingga harus membabat hutan di wilayah ini, rasanya tidak benar. Karena dari hasil hutan saja sudah dapat kita olah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kita yang ada di Minahasa dengan luas wilayah yang kita miliki, dibandingkan dengan saudara-saudara kita di P. Jawa, kita masih memiliki areal yang sangat luas untuk berusaha dan mnegelola hutan kita. Kita belum pada posisi wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan belum pada tidak memiliki lahan lagi, jadi kita masih punya kesempatan untuk mengelola hutan kita, untuk tetap ada dan tetap berfungsi memberikan keuntungan ekologis bagi kehidupan kita saat ini dan untuk dimasa datang. Sudah terlihat contohnya, jika satu wilayah tak memiliki hutan lagi seperti P. Jawa, yang kini tak bisa membendung atau menanggulangi amukan alam.

Tak ada lagi tempat menyimpan air bagi daratan P. Jawa. Semua hutan mereka telah berubah menjadi lahan budidaya dan lahan permukiman. Itu adalah contoh yang bisa kita lihat saat ini dan kita di Sulawesi Utara, di Minahasa, kini telah di “warning� melalui kejadian banjir bandang di akhir tahun 2000, untuk tidak melakukan hal yang sama. Cobalah masyarakat memahami untuk melindungi lingkungan hidupnya sendiri, janganlah meninggalkan “badai� bagi anak cucu di masa datang. Yang saya tahu dan membaca dari sejarah Minahasa, kita masyarakat Minahasa memiliki etika yang tinggi terhadap lingkungan hidup kita.

Coba lihat, kita selalu meminta pertolongan dan petunjuk “Opo Wananatas� di dalam melakukan kegiatan. Jangan sampai kebiasaan ini menjadi hilang akibat ulah investor besar yang melumpuhkan kebiasaan atau “etika lingkungan� kita. Opo Wananatas akan sedih dan murka akibatnya.